You need to enable javaScript to run this app.

Serial Hidup Berkah : Sekolah Harus Menaikkan Kelas Muridnya

  • Rabu, 05 April 2023
  • TIM MARCOM ATTAUBAH
  • 0 komentar
Serial Hidup Berkah : Sekolah Harus Menaikkan Kelas Muridnya

Doktor bidang manajemen pendidikan, kelahiran Batam yang masih mengalir darah Rasulullah SAW dari jalur Alaydrus, Habib DR. Said Albukhori Alaydrus, MPd adalah Dekan IAI Ar-Risalah Inhil Riau (Guntung). Kesehariannya adalah mengajar di kampus, dan buka usaha kecil-kecilan di rumahnya.

Ada hal paling menarik beliau sampaikan di sesi parenting bersama wali santri PP. Tahfidzul Qur'an Attaubah Batam kemaren pagi, ketika beliau menyampaikan statemennya, "Anak-anak harus naik kelas, meskipun mereka dinilai 'bodoh'!". (Bodoh dalam tanda kutip yah !).

Selanjutnya beliau utarakan alasannya, "Dengan anak tidak naik kelas, maka orang tua akan terbebani dengan biaya pendidikan yang lebih lama, dan anak-anak pun terbebani secara psikologis. Sekolah dholim bila tidak menaikkan kelas!".

Awalnya saya kaget dengan statemen beliau itu. "Sekolah harus menaikkan kelas siswa/siswinya, walaupun dinilai 'bodoh'!". Otak saya berputar-putar untuk mencoba memahami dan menemukan penjelasan yang lebih fair.

Pertama, penjelasan beliau dikaitkan dengan beban biaya yang nantinya ditanggung orang tua, serta beban psikologis anak adalah masuk akal. Sebagaimana diketahui, biaya pendidikan tidak hanya SPP (dimana di sekolah negeri hal ini ditanggung oleh pemerintah untuk wajib belajar 9 tahun), tapi ada juga biaya lain seperti uang jajan, uang seragam, uang buku, ekstra kurikuler dan lain-lain. Beban psikologis anak ketika tidak naik kelas dan dikumpulkan bersama adik-adik kelasnya, tentu menjadi beban tersendiri bagi murid yang bisa memunculkan rasa minder terhadap teman-teman yang lain. Oleh karena itu, biasanya orang tua akan memindahkannya ke sekolah lain.

Kedua, pendidikan hari ini paradigmanya telah bergeser dan berubah dari awalnya berbasis kompetensi akademik menjadi berbasis karakter. Artinya indikator kesuksesan atau kelulusan variabelnya tidak hanya aspek tunggal akademik tapi ada aspek karakter, dan juga aspek lain sebagai keunggulan lokal atau biasa disebut muatan lokal. Dengan demikian, penilaian kenaikan atau kelulusan lebih fleksible.

Ketiga, ketika kebijakan UN - Ujian Nasional ditiadakan dan berganti dengan Ujian Sekolah dimana unsur-unsur penilaian kelulusan diserahkan kepada sekolah, tentu dengan kebijakan dinas pendidikan atau kemenag di daerah masing-masing, sehingga sekolah memiliki keleluasaan dalam memberikan penilaian kepada murid.

Ke-empat,secara teknis guru dituntut agar bagaimana murid bisa tuntas dalam menyelesaikan balajarnya. Remedial bisa dilakukan beberapa kali sampai murid benar-benar selesai pada ketuntasan minimalnya.

Apakah hal ini tidak akan membuat siswa-siswa menjadi menyepelekan pelajaran sekolah ?

Boleh jadi iyah, tapi hal itu tidak perlu dikhawatirkan ketika sekolah mampu menegakkan aturan main yang tegas bagi murid, misal dengan pemanggilan orang tua, konseling, teguran, peringatan, serta hukuman sebagai konsekuensi logis ketidakpatuhan terhadap aturan. Dan, guru mesti ditantang untuk mampu memotifasi, membimbing, mendampingi dan mendidik muridnya dengan baik.

Ada baiknya direnungkan kalimat berikut ini : 

"Di tangan guru yang hebat, murid yang 'bodoh' pun masih berguna. Tapi, di tangan guru yang buruk, murid terbaik pun jadi 'bodoh'."

Bagaimana, setuju ?

Bagikan artikel ini:

Beri Komentar

Sofwatillah, S.Pd.I

- Kepala Sekolah -

بسم الله الرحمن الرحيم Segala puji bagi Allah SWT yang selalu memberikan nikmat dan rezeki-Nya, serta kesempatan yang luas....

Berlangganan
Jajak Pendapat

Apakah menurut Anda Website kami dapat membantu Anda untuk mendapatkan informasi ?

Hasil
Banner
Jumlah Penggunjung
.